Cerpen: Pemukul Bedug Surau Kami

Minggu, 7 Februari 2021
Ilustrasi/ Alif.ID

Atok Muhibat. Demikian panggilan lelaki tua yang kini mengabdi sebagai pemukul bedug surau kami. Setiap menjelang azan, suara pukulan bedugnya menjadi ciri khas bagi para penduduk Kampung Kami untuk mengingatkan bahwa waktu sholat akan tiba. Dan menyegerakan diri untuk ke Surau menghadap Sang Maha Kuasa.

Semua penduduk Kampung Kami hapal benar dengan suara pukulan bedug dari Atok Muhibat. Sangat hapal. Maklum sudah hampir 10 tahun Atok Muhibat menjalani profesinya sebagai tukang pukul bedug di Suarau kami dengan ikhlas dan penuh ketulusan.

“Hanya dengan menjadi pemukul bedug di Surau, saya ingin hidup lebih berharga dan bermartabat,” ungkapnya pada suatu sore disaat jingga mulai enggan bersahabat dengan bumi dan menenggelamkan diri dibalik rembulan yang mulai datang menghampiri bumi.

Dulunya Atok Muhibat adalah pemain drum ternama di Kota Kami. Semua orang mengenal Atok Muhibat sebagai drummer terbaik. Pukulan stick drumnya pada snare dan tam-tam serta simbal sangat atraktif dan harmoni. Apalagi dengan tubuh tinggi besarnya menambah kegagahan Atok Muhibat muda di belakang peralatan di rumahnya.

Berbagai kelompok musik lokal pernah menggunakan jasa tenaganya sebagai drummer tamu. Bahkan Atok Muhibat pernah dipinjam sebuah grup band ternamaI bukota saat show di Kota Kami. Atok Muhibat menggantikan personilnya yang saat itu sakit. Pujian terhadap permainan drum Atok Muhibat pun di lontarkan para personil grup band Ibukota.

Mareka tak menyangka bahwa di Kota kecil ini ada pemain drum yang hebat. Tehnik bermain drum Atok Muhibat mareka anggap tak kalah klas dengan drumer band Ibukota. Bahkan dibeberapa show band ibukota itu menjadikan Atok Muhibat sebagai addtion player. Entah mengapa Atok Muhibat enggan bergabung dengan grup band ibukota itu.

“Kelas saya sebagai drummer masih jauh di bawah mareka. Lagi pula aku bermain drum hanya sebagai hobbi dan bukan untuk mencari ketenaran,” ungkap Atok Muhibat saat ditanya rekan-rekannya.

Walaupun tak menjadikan drummer sebagai jalan hidup, namun Atok Muhibat diangkat sebagai karyawan sebuah perusahaan biji besi di daerah kami sebagai pegawainya. Dan mulai saat itu selain bekerja sebagai karyawan perusahaan, Atok Muhibat juga aktif sebagai pemain band di perusahaan biji besi itu. Dan gaya atraktif Atok Muhibat sebagai drummer band dapat masyarakat saksikan setiap malam minggu dan malam senin dimana biasanya pesta hajatan di daerah kami dilaksanakan pada malam itu.

Sebagai personil band, sudah barang tentu Atok muhibat muda memiliki fans. Mulai dari anak SMA hingga Ibu-ibu rumah tangga. Maklum postur tubuh Atok Muhibat Muda tak kalah klas dengan drummer top ibukota era itu seperti Murry, Asido dan Reynold Panggabean. Namun hingga kini Atok Muhibat tetap melajang.

Namun dalam seminggu ini, warga Kampung kami heboh menyusul berubahnya pukulan bedug yang dimainkan Atok Muhibat. Ada yang terasa aneh di kuping para warga. Ada suara sesuatu dalam pukulan bedug itu.
” Kok aneh ya, suara pukulan bedug Atok Muhibat. tak seperti biasanya,” ujar Pak Timpas.
” Iya. Saya juga mendengar suara sesuatu dalam pukulan bedug itu,” sambut Mang Migrun. ” kan tak melanggar aturan agama toh,” sahut Pak Ketua masjid. Semua jamaah terdiam. Tak ada yang menjawab. Hanya keheningan yang ada.

Untuk menjernihkan persoalan yang menjadi isu di Kampung kami, Ketua masjid akhirnya mengumpulkan para jemaah masjid beserta pengurusnya. Tak terkecuali Atok Muihibat. Usai tarawih, mareka berkumpul di surau.
” Atok Muhibat coba jelaskan bagaimana dengan adanya sesuatu pada bunyi pukulan bedugmu. Biar masyarakat paham dan tak menjadi rumor yang tak karuan,” pinta Ketua Masjid dihadapan para jemaah dengan suara berwibawa sebagai pemimpin Surau.
” Iya, Atok Muhibat. Soalnya dalam pukulan bedug Atok dalam seminggu ini ada bunyi ikutan dalam pukulan bedug itu,” celetuk Mang Liluk.
” Benar. Saya memasukan suara sejenis simbal kecil sebelum mengakhiri pukulan bedug. Itu sebagai tanda jedah saja. Dan itu kan tidak melanggar aturan kan. Bukankah dalam agama kita tidak melarang suara keindahan,” jelas Atok Muhibat dengan narasi suara yang tenang.
” Oh….,” koor para jemaah bergumam. Mareka memahami penjelasan Atok Muhibat. Dan sebagian jemaah memuji kreativitas Atok Muhibat.

Kini warga Kampung kami sudah terbiasa dengan adanya suara ting yang terdengar sebelum Atok Muhibat memukul bedugnya sebagai tanda waktu azan telah tiba.

Malam makin merentah. Cahaya rembulan dengan terangnya sungguh mempesona. Para jemaah keluar surau dengan hati yang gembira. Bahkan mareka kini amat merindukan suara pukulan bedug yang baru, yang terasa lebih indah dan tidak monoton. Ada harmonisasinya. Dan bernilai seni yang indah.

Pengirim: Rusmin Toboali

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.