Bupati Nonaktif Muaraenim Ahmad Yani Mengaku Menyesal dan Sebut Sebagai Target Kasus

Selasa, 28 April 2020
Bupati non aktif Muaraenim, Ahmad Yani dalam sidang dengan agenda pembelaan menjalani sidang secara video confence di Pengadilan Negeri (PN) Kls 1 A Khusus Palembang, Selasa (28/4/2020).

Palembang, Sumselupdate.com – Sidang lanjutan dugaan gratifikasi 16 paket proyek senilai Rp132 miliar yang menjerat Bupati non aktif Muaraenim, Ahmad Yani dan PPK Dinas PUPR Elfin MZ Muchtar serta terpidana Robi, kembali digelar secara video confence di Pengadilan Negeri (PN) Kls 1 A Khusus Palembang, Selasa (28/4/2020).

Dalam sidang hari ini dengan agenda mendengarkan nota pembelaan dari pihak Bupati non aktif Kabupaten Muaraenim, Ahmad Yani.

Bacaan Lainnya

Dalam sidang tersebut, Ahmad Yani mengaku menyesal terlibat dalam perkara yang menyeretnya.

Dirinya mengatakan, menjadi target kasus yang melibatkan ASN Dinas PUPR Muaraenim, Elfin Mz Muchtar, dan kontraktor sekaligus pemilik perusahaan PT Enra Sari.

“Saya tidak tahu 16 paket proyek yang telah diatur Elfin untuk Robi. Saya tahu setelah ditangkap oleh KPK. Saya pernah diberitahu ASN, tetapi saya lupa namanya, jika Elfin sudah sering menerima fee dari kontraktor sebelum saya jadi Bupati. Jadi Elfin aktor intelektual, mereka sudah saling kenal sebelum saya jadi Bupati,” ujarnya

Dalam penangkapan Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2 September 2019 lalu, Elfin Mz Muchtar dan Robi Okta Fahlefi bertemu di sebuah rumah makan di Palembang. Saat OTT didapatkan uang US$ 35.000.

Dalam keterangannya, Ahmad Yani menyebut  tidak pernah meminta Robi melalui Elfin untuk memberikan uang dollar kepada Firli Bahuri yang menjabat Kapolda Sumsel saat itu.

Ahmad Yani meyakini Elfin Mz Muchtar salah mengartikan ucapan terima kasih, serta ucapan untuk mengatur pertemuan dengan Kapolda sebagai silaturahmi antar Forkompinda di Sumsel.

“Kami jelaskan tidak benar memerintahkan Elfin untuk memberikan uang kepada Kapolda, tidak benar itu. Saya telepon Elfin hanya untuk mengucapkan terima kasih, karena telah menjadwalkan saya bertemu Kapolda. Saya bilang pacak lah kau (bisa lah kamu), demi Allah saya nyatakan bukan untuk memberikan uang,” jelasnya

Yani juga membantah semua kesaksian yang diungkapkan oleh terdakwa Elfin dan Robi dalam persidangan.

Dirinya tidak pernah melakukan pemerasan untuk meminta bagian dalam pengadaan 16 proyek jalan senilai Rp130 miliar.

Suasana sidang lanjutan dugaan gratifikasi 16 paket proyek senilai Rp132 miliar yang menjerat Bupati non aktif Muaraenim, Ahmad Yani di Pengadilan Negeri (PN) Kls 1 A Khusus Palembang, Selasa (28/4/2020).

 

Sedangkan pengadaan mobil SUV Lexus berwarna hitam, dan pick up Tata Xenon HD jenis single cabin warna putih, menurutnya dipinjamkan Robi untuk digunakan Pemkab Muaraenim.

Yani berdalih, pengadaan kendaraan dinas Pemkab Muaraenim tidak masuk dalam rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2019.

“Anggapan memeras Robi itu tidak benar. Mobil Lexus itu saya pinjam untuk aktivitas Pemkab. Mobil Tata Xenon untuk umbul-umbul kegiatan kebudayaan. Saya tidak pernah pakai mobil itu untuk pribadi,” ujarnya

Ahmad Yani yang disapa Omar oleh Robi, juga membantah sudah menerima uang dari Rp3,1 miliar dan dua bidang tanah di Muara Enim. Menurutnya, catatan yang ditunjukkan dalam sidang merupakan milik Jenifer pegawai Robi.

“Catatan buku Jenifer tidak benar, saya tidak pernah menerima atau meminta apa pun. Uang yang disebutkan di dalam tas tidak pernah saya terima. Apa lagi uang untuk naik haji, menggunakan uang saya sendiri,” tandasnya

Terakhir, Yani meminta kepada Majelis Hakim untuk memberikan pertimbangan dari fakta hukum, bahwa dirinya tidak terlibat dalam pengaturan proyek korupsi. Dirinya meyakini tidak memiliki niat untuk korupsi.

“Saya yakin hakim adalah wakil Allah, saya terima apa pun keputusannya. Saya hanya butuh keadilan. Mohon dipertimbangkan, bebaskan saya. Saya menyesal dilibatkan dalam perkara ini,” tuturnya

Sementara itu, kuasa hukum terdakwa Maqdir Ismail, juga membantah semua tuntutan dan dakwaan yang telah diberikan oleh majelis hakim.

Menurut Maqdir, secara jelas terlihat dalam sidang yang telah berlangsung jika otak suap pengerjaan proyek ini adalah Robi dan Elfin.

“Keduanya telah merencanakan jauh sebelum Yani menjadi Bupati. Dan ini telah dilakukan sejak lama untuk mengatur pengerjaan proyek,” jelasnya

Menurut Maqdir, yang diberikan sebagai Juctice collobarator (JC) adalah kliennya Ahmad Yani yang menjadi korban dalam kasus ini. Namun KPK justru memberikan hak JC kepada terdakwa Elfin Mz Muchtar yang notabene adalah otak dari kasus ini.

“Kami menolak Elfin Mz Muchtar sebagai JC, karena Elfin adalah pemeran utama kasus korupsi ini,” tutupnya.

Sebelumnya, dalam sidang yang digelar Selasa, 21 April 2020,  Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Roy Riyadi, SH menuntut terdakwa Bupati Muaraenim non aktif, Ahmad Yani selama tujuh tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider enam bulan penjara.

JPU menilai Ahmad Yani terbukti melakukan tindak pidana korupsi untuk 16 proyek Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Muaraenim.

Selain itu, lanjut JPU, terdakwa juga harus membayar uang pengganti sebesar Rp3,1 miliar. Hak politik untuk dipilih pun dicabut hingga lima tahun setelah putusan sidang sudah inkrah.

JPU menuntut terdakwa, berdasarkan Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 202 tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi, dengan pasal 55 ayat 1 Junto pasal 64 ayat 1. (tra)

 

 

Bantu Kami untuk Berkembang

Mari kita tumbuh bersama! Donasi Anda membantu kami menghadirkan konten yang lebih baik dan berkelanjutan. Scan QRIS untuk berdonasi sekarang!


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.