Baturaja, Sumselupdate.com – Kepala Urusan (Kaur) Pemerintahan Desa Penantian, Kecamatan Sosoh Buay Rayap, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Arlias (36) memilih mengundurkan diri dari jabatannya karena merasa hanya dijadikan alat untuk kepentingan orang lain.
Pasalnya banyak dokumen yang memerlukan tanda tangannya dipalsukan untuk pelaporan terkait dokumen Surat Pertanggungjawaban (SPj) dalam program dengan menggunakan dana desa.
“Beberapa waktu lalu ada penandatangan SPj pencairan tahap II. Saya sempat debat dengan Bendahara Desa bernama Rika. Sebab, dalam dokumen itu ada sekitar delapan lembar berkas yang sudah ada tandatangan mirip saya. Padahal saya belum neken,” ujar Arlias, kepada Sumselupdate.com, Rabu (8/11/2017).
Dirinya sendiri mengaku sempat bertanya dengan wakil Ketua BPD, perihal kenapa ada tandatangan dirinya dalam dokumen SPj tersebut. “Saya sempat ngancam, kalau hal ini saya laporkan ke pihak kepolisian, bisa tekurung (baca; terpenjara). Sebab ada tandatangan saya di 8 lembar SPj tersebut, padahal saya tidak pernah neken,” imbuhnya.
Rupanya, menurut Arlias, bukan hanya tandatangan dia yang dipalsukan. Tandatangan Kaur Kesra termasuk Sekretaris Desa (Sekdes), juga dipalsukan. Hanya saja, keduanya (Kaur Kesra dan Sekdes) tidak meributkan hal itu.
“Kaur Kesra dan Sekdes juga begitu. Tapi tidak mereka ributkan. Ini saya pertanyakan, karena berkaitan dengan tanggungjawab saya ke masyarakat,” katanya.
Karena itu, lanjut Arlias, dirinya pada malam Jumat lalu sempat disuruh datang untuk menyelesaikan persoalan itu. Namun, ia lebih dulu mengambil langkah mundur sebagai Kaur Pemerintahan pada Rabu sebelumnya.
“Apabila SPj itu tetap dinaikkan, otomatis tandatangan saya sebagai Kaur Pemerintahan Desa Penantian dalam SPj tersebut dipalsukan. Sebab saya memang belum tandatangan. Dan ini akan saya laporkan,” tegasnya.
Sementara itu, Zaimudin, tokoh masyarakat Penantian menambahkan bahwa sosok Kades di desanya memang kerap memaksakan kehendak. Dan tidak pernah mendengarkan masukan masyarakat. Terlebih mengenai dana desa. Dimana menurut Zaimudin, tak pernah ada keterbukaan.
“Tidak ada keterbukaan mengenai dana desa ini. Penjelasan dana keluar seperti apa. Realisasinya seperti apa. Dana turun juga tidak dikasih tahu,” sesalnya.
Senada dikatakan Mega, warga desa setempat. Perempuan berkerudung ini malah menuding kadesnya kerap bersikap arogan. “Ya, ketika hal seperti itu dipertanyakan, yang bersangkutan malah ngajak main otot,” bebernya.
Bahkan diceritakan Mega dan Arlias, bahwa Kades mereka sempat ribut dengan Kadus II dalam suatu rapat. Hanya gara-gara warga mempertanyakan baliho mengenai realisasi dana desa. “Ya saat dipertanyakan baliho itu, dia (Kades) malah main pisau. Bahkan sempat ngomong ke pihak Polsek bahwa nyerang dia. Padahal tidak,” ujarnya.
Warga lanjut dia, bereaksi keras mengenai sikap Kades ini lantaran sang Kades tidak transparan dalam mengelola dana desa. “Nak dibangunkan apo duit dana itu kami dak tau. Bahkan kasarnya, beli paku sebatang saja, dia sendiri yang pergi ke pasar. Kalau diingatkan, dia ketus bilang bahwa kalau perangkat desa tak akan terkurung (terpenjara), aku nilah yang tekurung. Ya, seperti itu dia bilang kalau diingatkan,” tandas Mega.
Sementara itu sampai saat ini Kepala Desa (Kades) Penantian belum bisa dikonfirmasi wartawan, terkait hal tersebut. (wid)