Sempat Dihalangi, Akhirnya KAMI Sumsel Dideklarasikan

Jumat, 23 Oktober 2020
Deklarasi KAMI Sumsel di Monpera Palembang, Jum'at, 23 Oktober 2020 (foto: FB Krdin Ya Saman)

Palembang, sumselupdate.com – Kegiatan Deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Sumatera Selatan (Sumsel) yang semula hendak digelar di Hotel WIN Palembang, Jumat (23/10/2020), disebut panitia dihalangi oleh pemilik kekuasaan. Akibatnya, acara deklarasi ini terpaksa dialihkan di pelataran Monpera Palembang pada hari yang sama.

“Pembatalan deklarasi KAMI Sumsel ini dikarenakan pemilik hotel WIN ditekan oleh pihak-pihak yang memegang kekuasaan di Sumsel”, ujar Sekretaris Jenderal KAMI Sumsel, Mahmud Khalifah Alam.

Pembatalan deklarasi KAMI Sumsel melalui penekanan terhadap pemilik hotel WIN itu disebut sebagai cermin arogansi kekuasaan. Padahal, sebagaimana diatur di dalam UUD 1945 pasal 8, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, serta mengeluarkan pikiran baik lisan ataupun tulisan merupakan hak konstitusional warga.

“Di dalam pasal 28E, ayat (3), UUD 1945 juga ditegaskan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Bahkan dalam Undang-Undang Hak Azasi Manusia No 26 Tahun 2000, pasal 24 ayat (1) juga ditegaskan setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk maksud-maksud damai”, jelas Khalifah Alam.

Advertisements

Pembatalan acara Deklarasi KAMI Sumsel oleh pihak pemegang kekuasaan  dengan cara menekan pihak Hotel WIN, disebut Khalifah Alam, wujud dari praktek anti demokrasi.

Sejumlah Pengurus KAMI Sumsel foto bersama usai deklarasi

Sementara itu, Ketua Presidium KAMI Sumsel, Dr. Tarech Rasyid M.Si, mengatakan proses demokrasi di Indonesia telah mengalami defisit. Sebab beberapa lembaga demokrasi di negeri ini tidak berjalan.

“Bahkan ada kecendrungan penegakan hukum kita justru di bawah bayang-bayang kekuasaan atau kepentingan politik. Ini yang membuat defisit demokrasi,” ungkap Tarech.

Terkait Undang-undang Omnibuslaw Cipta Kerja, Tarech melihat proses pembentukannya bermasalah baik dari segi prosedural ataupun substansi. Akibatnya, banyak kritik dari akademisi, mahasiswa, buruh dan kelompok masyarakat lainnya.

“KAMI Sumsel menghimbau agar pemerintah dalam hal ini pemangku kekuasaan, untuk menimbang dan mengeluarkan Perpu pembatalan UU Omnibuslaw atau cipta kerja tersebut”, tegasnya.

Berdasarkan susunan pengurus KAMI Sumsel yang diterima sumselupdate.com diketahui sebanyak 147 tokoh menjadi deklarator, 19 orang dewan penasehat, 12 presedium, 1 Sekjen, dan 13 komite. (ril)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.