Ketua DPD RI Dorong Proses Ratifikasi Perjanjian Bilateral Indonesia-Singapura

Rabu, 5 Oktober 2022
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.

Jakarta,sumselupdate.com – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, memanfaatkan pertemuan dengan Ketua Parlemen Singapura, Tan Chuan-Jin, untuk mendorong proses ratifikasi perjanjian bilateral antara Indonesia dan Singapura.

Dalam pertemuan di Lantai VIII Gedung Nusantara III, Komplek Parlemen Senayan itu, Rabu (5/10/2022), LaNyalla menjabarkan perjanjian yang diresmikan di Bintan pada 25 Januari 2022 oleh Perdana Menteri Lee Hsien Loong dan Presiden Joko Widodo. Namun, perjanjian tersebut ternyata belum dapat direalisasikan karena belum diratifikasi.

“Khususnya Perjanjian Kerja Sama Pertahanan, Flight Information Region, dan Perjanjian Ekstradisi,”kata LaNyalla.

Menurut LaNyalla, tertundanya proses ratifikasi erjanjian itu karena dibuat menjadi satu paket. Sehingga, proses ratifikasinya juga harus dilakukanbersamaan.

Advertisements

Seandainya ratifikasi bisa dipisahkan, prosesnya akan berjalan secara bertahap. Pada tahap pertama Perjanjian Ekstradisi bisa diratifikasi terlebih dahulu.

“Kemudian menyusul ratifikasi Perjanjian Kerja Sama Pertahanan, karena pembahasannya di parlemen sedikit lebih kompleks,” tutur LaNyalla.

Pada 25 Januari silam, PM Singapura Lee Hsien Loong mengatakan, Perjanjian Ekstradisi dan Kerja Sama Pertahanan ini sebagai bentuk kedewasaan hubungan kedua negara. Dan, perjanjian ini juga telah mempertimbangkan kepentingan kedua pihak dan mewakili keseimbangan manfaat yang baik.

“Yang kami lihat bukan saja bentuk kedewasaan, tetapi adanya trust yang semakin matang sebagai negara bertetangga yang mempunyai hubungan baik, karena saling membutuhkan,” ujar LaNyalla.

Soal Perjanjian Kerja Sama Pertahanan, LaNyalla menilai ada satu permasalahan utama yang sejak tahun 2007 hingga saat ini tentang latihan bersama Angkatan Laut Singapura dengan negara lain di dalam perairan Indonesiaempat kali dalam setahun.

“Singapura dan Indonesia melihatnya sebagai bentuk kedewasaan dalam bertetangga. Sementara parlemen dan berbagai komponen masyarakat Indonesia melihat hal ini sebagai urusan kedaulatan yang tak bisa ditawar-tawar. Sebab, ada dasar hukumnya di konstitusi dan berbagai undang-undang terkait,” tutur LaNyalla.

Itu sebab LaNyalla menilai ratifikasi perjanjian itu sebaiknya dipisah, jangan dipaketkan, agar kita bisamelangkah ke depan bersama-sama tanpahambatan. Sebab,kita seperti disandera kesepakatan untuk memaketkan ratifikasi perjanjian itu ke dalam satu paket.

“Di situ masalahnya, meskipun yang saya tahu sudah banyak penyesuaian antara narasi perjanjian yang ditandatangani di Bali tahun 2007 dengan yang ditandatangani di Bintan 25 Januari tahun ini,”katanya.

Dia juga menyambut baik Kerja Sama Strategis Tiga Jembatan yang telah ditegaskan dalam pertemuan para menteri kedua negara kita pada 12 Maret 2021. Yaitu kerja sama pembangunan Jembatan Digital, Jembatan Travel Bubble dan Jembatan Batam-Bintan.

“Pembangunan jembatan Bintan-Batam yang melibatkan kepentingan Singapura akan memperlancar arus barang, jasa, dan manusia termasuk wisatawan ke dan dari Singapura sehingga dapat meningkatkan dan memperluas interaksi perekonomian kedua negara bertetangga, bahkan semakin memperbesar peluang interaksi bisnis di kawasan Sijori,” ujar LaNyalla.

LaNyalla juga mengapresiasi peningkatan FDI Singapura ke Indonesia sebesar 34 persen sejak 2020 mencapai hampir USD10 miliar, justru ketika Covid-19 sedang melanda kawasan ini. “Hal ini peningkatan terbesar investasi Singapura ke Indonesia dalam 8 tahun terakhir,” tutur LaNyalla.

LaNyalla berharap agar kerja sama ekonomi Singapura-Indonesia terus diperluas mencakup kerja sama dengan semua provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia. Katanya, semua ini akan terjadi bila hubungan pelaku usaha dan institusi-institusi negara kita semakin akrab.

Ketua Parlemen Singapura, Tan Chuan-Jin, mengatakan perjanjian bilateral yang telah terjalin antara Singapura dan Indonesia merupakan kesepakatan yang telah terjalin antarkedua negara.

“Ini bukan hanya bentuk kematangan konektivitas kedua negara, tetapi juga merupakan wujud betapa pentingnya hubungan antara Singapura dan Indonesia,” tutut Tan Chuan-Jin.

Perjanjian Kerja Sama Ekstradisi dan Pertahanan misalnya, Tan Chuan-Jin menilai hal itu sebagai bentuk kebutuhan kedua negara yang tak dapat dihindarkan. “Kami di parlemen membuka kesempatan untuk berdiskusi dan membicarakan detail mengenai perjanjian bilateral tersebut.

Dalam hal Perjanjian Kerja Sama Bidang Keamanan, Tan Chuan-Jin menilainya hal tersebut sebagai bentuk memperkuat pertahanan kedua negara. Namun, Tan Chuan-Jin tak tahu persis bagaimana Indonesia menindaklanjuti perjanjian bilateral tersebut.

“Kami berharap Indonesia bisa secepatnya untuk melakukan ratifikasi terhadap perjanjian bilateral tersebut, karena menjadi kebutuhan bersama. Bagaimana teknisnya, apakah seperti yang disampaikan Ketua DPD RI tadi, untuk dipisah, saya kira kita bisa mendiskusikan hal itu lebih jauh,” tutur Tan Chuan-Jin.

Ia percaya Indonesia bisa segera menyelesaikan problematika di internal mereka terkait ratifikasi perjanjian bilateral tersebut.

“Yang pasti, kami berkomitmen untuk terus menjalin hubungan yang sangat baik dengan Indonesia. Kami melihat ini sebagai langkah penting ke depan untuk memajukan hubungan kedua negara. Dalam banyak hal, ini melambangkan komitmen kedua negara melangkah ke depan sebagai sahabat,” ucap Tan Chuan-Jin. .(duk)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.