Kepercayaan Publik Dipertaruhkan, Tim Gabungan Pencari Fakta Penembakkan Pengawal Habib Rizieq Harus Dibentuk

Sabtu, 19 Desember 2020
TimBareskrim Polri menggelar rekonsruksi kasus penembakan enam Laskar Pengawal Pimpinan FPI Rizieq Shihab di kolimenter 50 tol Jakarta-Cikampek, Kerawang, Jabar, Senin (14/12/2020), dini hari. Suara.com/Angga Budhiyanto

Jakarta, Sumselupdate.com – Desakan agar negara membentuk tim pencari fakta independen untuk mengungkap kasus penembakan terhadap enam pengawal Habib Rizieq Shihab mengemuka dalam demonstrasi pendukung pimpinan Front Pembela Islam (FPI) di sejumlah daerah.

Mabes Polri sudah membentuk tim sendiri untuk menangani kasus penembakan yang dilakukan anggota polisi dan menewaskan enam Laskar FPI. Pada waktu yang hampir bersamaan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia juga membentuk tim pemantau dan penyelidikan. Mereka kini sedang bekerja.

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Gerindra Fadli Zon berharap Presiden Joko Widodo mendengarkan aspirasi publik agar negara membentuk tim gabungan pencari fakta independen. Menurut dia, tim ini bisa mengembalikan kepercayaan publik.

“Pak Jokowi mohon dipertimbangkan aspirasi masyarakat untuk dibentuknya Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus penembakan enam anggota FPI,” kata Fadli Zon melalui media sosial, seperti dikutip dari Suara.com (jaringan nasional Sumselupdate.com).

Advertisements

TGPF independen, menurut Fadli Zon, adalah jalan tengah agar masyarakat masih percaya bahwa jalan keadilan itu masih ada.

Sebelum itu, Wakil Ketua MPR dari PKS Hidayat Nur Wahid berharap TPF independen yang dipimpin Komnas HAM segera dibentuk, dengan melibatkan para pemangku independen lainnya terkait kasus penembakan yang dialami enam anggota FPI di jalan tol Jakarta-Cikampek, kilometer 50, pada Senin (7/12/2020), dini hari.

Dia menilai pemangku independen tersebut yaitu dari ormas (Muhammadiyah dan ICMI), partai politik (PKS dan PPP), lembaga swadaya masyarakat (Amnesty International Indonesia, YLBHI, IPW), dan sejumlah anggota DPR.

“TPF Independen harusnya segera dibentuk, agar segera kuatkan dan beri akses yang luas kepada Komnas HAM untuk mengusut tuntas dugaan pelanggaran HAM terhadap 6 Laskar FPI yang menjadi perhatian masyarakat luas, bahkan masyarakat Internasional,” kata Hidayat  dalam keterangan pers.

Dia menilai desakan sejumlah kalangan terkait pembentukan TPF independen dapat dipahami karena penembakan enam warga sipil itu disebut sebagian pakar sebagai aksi extra judicial killing.

Menurut dia, apabila merujuk kepada Penjelasan Pasal 104 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, extra judicial killing tersebut masuk kategori pelanggaran HAM berat.

Hidayat juga mendukung dibentuknya panitia khusus di DPR untuk pengusutan secara tuntas kasus dugaan pelanggaran HAM tersebut dan akan melengkapi pengusutan oleh TPF independen yang dipimpin Komnas HAM.

“Sebagai lembaga perwakilan rakyat, wajar rekan-rekan anggota di Komisi III DPR RI yang bermitra dengan Kepolisian untuk membentuk pansus terkait hal ini di DPR,” ujarnya.

Dia menjelaskan sejumlah pasal berkaitan dengan HAM telah hadir pasca-reformasi melalui amandemen UUD 1945, dan itu bukan hanya sekadar untuk menjadi ‘macan kertas’ tetapi seharusnya bisa ditegakkan.

Salah satunya menurut dia adalah Pasal 28 I UUD NRI Tahun 1945 yang mencantumkan bahwa hak hidup adalah hak yang tidak boleh dikurangi dalam keadaan apa pun atau non derogable rights. (**)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.