FSGI: Penghapusan PPDB Zonasi Berisiko Tinggi, Bagaimana Nasib Anak dari Keluarga Tak Mampu?

Penulis: - Minggu, 24 November 2024
Ilustrasi PPDB

Jakarta, Sumselupdate.com – Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyampaikan kekhawatiran atas rencana penghapusan sistem zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), sebagaimana yang diminta oleh Wakil Presiden Gibran Rakabuming. FSGI mempertanyakan bagaimana mayoritas anak Indonesia, khususnya dari keluarga tidak mampu, dapat mengakses sekolah negeri jika sistem ini dihapuskan.

Apabila PPDB sistem zonasi diganti atau dihapuskan, FSGI mempertanyakan jaminan terhadap mayoritas anak Indonesia bisa masuk ke sekolah negeri.

Bacaan Lainnya

Sementara jumlah sekolah negeri pun masih terbatas. FSGI mencatat bahwa tidak ada penambahan SMAN dan SMKN bahkan SMPN selama puluhan tahun.

“Kesadaran bahwa sekolah negeri minim justru ketika Kemendikbud menerapkan PPDB Sistem zonasi pada 2017 lalu,” kata wakil Sekjen FSGI Mansur dalam keterangannya, Minggu (24/11/2024).

Sebelum adanya sistem zonasi, FSGI mengakui bahwa pelaksanaan PPDB memang nyaris tak ada gejolak selama 50 tahun. Hal itu dinilai karena sistem tersebut diserahkan pada mekanisme pasar. Akan tetapi, kehadiran negara minim dalam menyediakan sekolah negeri yang terjangkau bagi seluruh masyarakat.

Selain itu, sistem PPDB sebelumnya juga dinilai hanya menguntungkan kelompok tertentu yang mampu secara ekonomi, kondisinya lebih beruntung dan memiliki banyak pilihan.

“Faktanya anak-anak yang tidak diterima di sekolah negeri umumnya anak-anak keluarga tidak mampu yang tidak tahu harus bersuara kemana, dan akhirnya pasrah menerima keadaan karena nilai akademik anak-anak mereka umumnya memang kalah dari anak-anak yang berasal dari keluarga kaya,” lanjut Mansur.

Hasil penelitian Balitbang Kemendikbud selama 8 tahun justru menunjukkan bahwa anak-anak dari keluarga tidak mampu justru mengeluarkan biaya Pendidikan lebih tinggi karena tak berhasil menembus sekolah negeri karena kalah nilai.

Ketua Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti menyebutkan kalau sistem PPDB zonasi justru menghendaki kehadiran negara agar sekolah negeri dapat diakses oleh siapapun.

“Baik pintar atau tidak, kayak atau tidak, dan seterusnya. Hal ini sesuai dengan amanat konstitusi RI,” kata Retno.

Menurut FSGI, akar masalah sebenarnya bukan karena ada kecurangan atau tidak, namun apakah pemerintah daerah memiliki political will untuk memenuhi hak atas pendidikan anak-anak di wilayahnya.

“Karena mau diganti seperti apapun sistemnya, kalau pemerintah daerah tidak pernah membangun sekolah negeri baru di Kelurahan atau Kecamatan yang tidak memiliki sekolah negeri, terutama SMAN dan SMKN yang jumlahnya minim hampir di seluruh provinsi di Indonesia, maka permasalahan yang dihadapi akan tetap sama, yaitu hanya sekitar 30-40 persen peserta didik yang dapat bersekolah di sekolah negeri,” tambah Sekjen FSGI Heru Purnomo.(src)

Bantu Kami untuk Berkembang

Mari kita tumbuh bersama! Donasi Anda membantu kami menghadirkan konten yang lebih baik dan berkelanjutan. Scan QRIS untuk berdonasi sekarang!


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.