Asal Usul Perlombaan Perahu Bidar HUT Kemerdekaan RI, Konon Dimulai dari Dayang Rindu Memilih Pasangan

Sabtu, 19 Agustus 2023
Perahu bidar.

Laporan: Diaz Erlangga

Palembang, Sumselupdate.com – Perlombaan perahu bidar di Sungai Musi Kota Palembang, telah menjadi tradisi dalam merayakan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia setiap tahunnya.

Bacaan Lainnya

Pada perayaan HUT ke-78 RI tahun ini, perlombaan perahu bidar sendiri akan digelar digelar dengan meriah pada Minggu (20/08/2023) besok. Panitia menambah kemeriahan perlombaan, dengan Perahu Motor Hias pada waktu bersamaan.

Konon, perahu bidar sudah menjadi ajang perlombaan sejak zaman kesultanan di Kota Palembang. Mengutip dari Suara.Sumsel.com (jaringan dari Sumselupdate.com), budayawan asal kota Palembang Perahu Bidar tradisional ini sudah ada sejak zaman Kerajaan Sriwijaya.

Budayawan Palembang Kemas AR Panji menjelaskan, asal usul perlombaan Perahu Bidar, dimulai dari cerita rakyat yaitu Dayang Rindu atau Dayang Merindu.

“Ada legenda rakyat zaman dulu namanya Dayang Rindu atau Dayang Merindu. Jadi ada dua ksatria atau dua laki-laki yang ingin menikahi Dayang Rindu, karena Dayang Rindu suka dengan keduanya dan tidak mampu menentukan pilihan, maka Dayang Rindu memutuskan untuk menyuruh kedua pria tersebut untuk lomba dayung perahu. Namun karena kelelahan, maka keduanya tidak ada yang menang,” tutur Kemas AR Panji.

Dari cerita rakyat itulah, yang kemudian menjadi inspirasi masyarakat kota Palembang menjadikan Perahu Bidar sebagai salah satu ajang perlombaan.

Kemas AR Panji juga menjelaskan, penamaan Perahu Bidar sendiri khusus diperuntukkan bagi perahu yang memiliki panjang 25-30 meter, yang dapat didayung lebih dari 20 orang secara bersamaan.

Namun, selain menjadi perahu yang diperlombakan, Perahu Bidar menjadi salah satu moda transportasi yang sangat diunggulkan lantaran kapasitas penumpang yang terbilang banyak dibandingkan dengan perahu umum lainya yang mungkin hanya dapat ditumpangi tak lebih dari lima orang.

“Perahu bidar menjadi budaya Kota Palembang yang sudah ada sejak jaman kerajaan Sriwijaya maupun Kesultanan Palembang. Dulu disebut perahu Pencalang, yang dimanfaatkan untuk transportasi pada zaman kerajaan dan di tengah ada atap untuk raja,” kata Kemas.

Penyebutan untuk lomba perahu bidar juga telah mengalami perubahan, dari lomban, kenceran hingga sata ini menjadi bidar.

“Setelah zaman kolonial, Belanda juga pernah menginstruksikan untuk diadakan lomba bidar ini setiap tahun. Namun momennya adalah untuk merayakan hari ulang tahun sang ratu Belanda yaitu Wilhelmina yang berulang tahun pada 31 Agustus,” jelasnya.

Budayawan tersebut menegaskan bahwa perlombaan bidar sudah ada sejak zaman dulu dan bukan diciptakan oleh orang Belanda.

“Nah itu perlu dicatat, bahwa Belanda itu hanya meneruskan karena mereka berpikir bahwa perahu bidar ini menjadi hiburan yang menarik untuk digelar itu tahun 1920,” tegas dia.

Meski diadakan untuk merayakan ulang tahun Ratu Wilhelmina yang juga diadakan pada bulan Agustus, dikatakan Kemas AR Panji bahwa bukannya tidak bergeser hanya momennya yang berubah.

“Saat sudah merdeka, masyarakat kita bingung mau merayakan hari kemerdekaan ini dengan apa maka dilanjutkanlah lomba perahu bidar tersebut. Bulannya tidak bergeser hanya momennya saja yang berubah, jadilah itu tradisi masyarakat Palembang yang berjalan setiap tahunnya dan menjadi pesta rakyat,” tambahnya. (**)

Bantu Kami untuk Berkembang

Mari kita tumbuh bersama! Donasi Anda membantu kami menghadirkan konten yang lebih baik dan berkelanjutan. Scan QRIS untuk berdonasi sekarang!


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.