Wakil Ketua MPR Beri Keterangan di Sidang Pleno MK Tentang Uji Materiil Kewenangan Konstitusionalitas MPR

Rabu, 16 Agustus 2023
Wakil Ketua MPR RI Dr H Arsul Sani menghadiri Sidang Pleno terhadap Perkara Nomer 66/PUU-XXI/2023 perihal pengujian materiil Penjelasan Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3) terhadap UUD 1945 yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK) di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Selasa (15/8/2023).

Jakarta, Sumselupdate.com – Wakil Ketua MPR RI Dr H Arsul Sani menghadiri Sidang Pleno terhadap Perkara Nomer 66/PUU-XXI/2023 perihal pengujian materiil Penjelasan Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3) terhadap UUD 1945 yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK) di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Selasa (15/8/2023).

Sidang Pleno ini lanjutan dari Sidang Pendahulu pada 10 Juli 2023 dan Sidang Panel Perbaikan tanggal 24 Juli 2023.

Bacaan Lainnya

Agenda utama Sidang Pleno yang dipimpin Ketua MK Prof Dr Anwar Usman dan dihadiri delapan hakim MK lain  mendengarkan keterangan DPR, Presiden dan MPR (III) seputar perkara yang diajukan Partai Bulan Bintang, yang diwakili Yusril Ihza Mahendra sebagai Ketua Umum dan Afriansyah Noor Sekretaris Jenderal.

Kesempatan pertama diberikan kepada DPR untuk menyampaikan keterangan. Anggota DPR RI Dr Habiburokhman, mewakili DPR menyampaikan secara daring.

Sedangkan pihak Presiden RI melalui penerima kuasanya memohon penundaan penyampaian keterangan.

Kepada Majelis Hakim MK, sebagai pemberi keterangan dari pihak MPR, Arsul Sani mengucapkan terima kasih  dan penghargaan kepada Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi yang telah memberi kesempatan kepada MPR Republik Indonesia untuk menyampaikan keterangan dalam sidang perkara tersebut.

“Kedudukan MPR sebagai pihak pemberi keterangan diatur di dalam Pasal 54 UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK yang menyatakan MK dapat meminta keterangan dan/atau risalah rapat yang berkenaan dengan permohonan yang diperiksa kepada MPR, DPR, DPD, dan/atau Presiden. Ketentuan tersebut dipertegas dalam Pasal 3 jo. Pasal 5 ayat (1) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun  2021 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang, bahwa salah satu pihak dalam perkara Pengujian Undang-Undang adalah Pemberi Keterangan, dan salah satu Pemberi Keterangan adalah MPR,” tuturnya.

Dalam keterangan terkait yang berhubungan permohonan  pemohon mengenai Penjelasan Pasal 7 ayat (1) huruf b UU 2 PPP, Arsul Sani menyampaikan Pasal 7 ayat (1) huruf b meletakkan Ketetapan MPR sebagai salah satu jenis Peraturan Perundang-undangan yang secara hierarki berada di bawah UUD 1945 dan di atas Undang-Undang.

Arsul Sani memaparkan, penjelasan Pasal 7 ayat (1) huruf b UU PPP menentukan bahwa yang dimaksud dengan Ketetapan MPR adalah Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR yang masih berlaku, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 4 Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, tanggal 7 Agustus 2003.

Pemohon, dikatakan Arsul Sani, mendalilkan bahwa penjelasan tersebut pada pokoknya membuat MPR tidak lagi memiliki kewenangan membentuk produk hukum yang bersifat mengatur berbentuk Ketetapan MPR. Padahal, kewenangan tersebut tidak dibatasi oleh UUD 1945 dan didalilkan masih dibutuhkan dalam perkembangan dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara. Isu hukum utama dalam perkara ini adalah apakah MPR masih memiliki wewenang membentuk produk hukum pengaturan setelah Perubahan UUD 1945.

“Sebagai pihak pemberi keterangan, kami tidak menilai konstitusionalitas ketentuan yang dimohonkan para pemohon. MPR sebagai pihak pemberi keterangan akan menyampaikan pokok-pokok pembahasan dan latar belakang lahirnya ketentuan terkait dengan kelembagaan dan kewenangan MPR di dalam pembahasan perubahan UUD 1945 tahun 1999 hingga 2022, serta pembahasan Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003.” ujarnya.

Di sesi akhir penyampaian keterangannya, Arsul Sani meyakini bahwa Yang Mulia Mejelis Hakim MK akan mempertimbangkan secara komprehensif, tidak hanya soal konstitusionalitas Penjelasan Pasal 7 ayat (1) huruf b UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, melainkan perkembangan dinamika ketatanegaraan dan perkembangan masyarakat yang harus diantisipasi, sehingga UUD 1945 mewujud menjadi konstitusi yang hidup yang mampu menjawab tantangan perkembangan zaman.

“Saya ingin sampaikan satu hal lagi, saya berterima kasih kepada pemohon.  Kami memandang penting uji materi ini.  Sebab, dari perspektif kami bergulirnya permohonan tersebut di MK, terjadi diskusi yang tidak semata-mata dari perspektif politik tapi perspektif ketatanegaraan,” jelasnya.

Di akhir sidang, Ketua Majelis Hakim MK Prof Dr Anwar Usman memutuskan menunda sidang dan akan dilanjutkan pada Kamis (24/8/2023), dengan agenda mendengarkan keterangan dari pihak Presiden RI, keterangan tambahan dari DPR dan MPR serta keterangan saksi pemohon. (duk)

Bantu Kami untuk Berkembang

Mari kita tumbuh bersama! Donasi Anda membantu kami menghadirkan konten yang lebih baik dan berkelanjutan. Scan QRIS untuk berdonasi sekarang!


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.