Jakarta, Sumselupdate.com -Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) memberikan tanggapannya terhadap kenaikan BPJS. Menurut IDI, dengan diterbitkannya Perpres Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2013 tentang jaminan kesehatan, harus diikuti dengan perbaikan tata kelola Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang lebih baik.
“Perubahan yang terjadi juga harus ada perbaikan dengan tata kelola pelaksanaan JKN, kecukupan anggaran JKN akan mendorong peningkatan pelayanan kesehatan, sistem kesehatan yang optimal, preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif,” ujar Ketua Umum PB IDI, Prof. Dr. Ilham Oetama Marsis, di kantornya Jl Samrarulangi No 27, Jakarta Pusat seperti dilansir detikcom, Jumat (18/3).
Menurut Dr Ilham, anggaran kesehatan harus tetap mengacu kepada Undang-undang No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan yaitu 5 persen di APBN dan 10 persen di APBD. Hal itu dimaksud PB IDI guna mengawal agar kualitas pelayanan kesehatan masyarakat terjamin.
“PB IDI mengusulkan besaran angka minimal iuran peserta Penerima Bantuan (PBI) di angka Rp 27.000, sebagaimana yang direkomendasikan oleh Dewan JSN. Angka tersebut tidak berbeda jauh dengan iuran Peserta Non-PBI yang mendapat pelayanan kesehatan di Kelas III,” papar Dr. Ilham.
Senada dengan hal itu, Sekretaris Jenderal Ikatan Dokter Indonesia Dr Moh Adib Khumaidi mengatakan meski besaran premi PBI di Rp 27 ribu tapi berbeda dengan fakta dilapangan yang besaran premi masih di angka Rp23.000. “Untuk non PBI di kelas yang sama adalah Rp36.000, sekarang masih Rp30.000,” ungkap Dr Adib.
Ditambahkan Dr Adib, jumlah peserta iuran PBI mencapai 92 juta jiwa atau 56 persen dari total peserta BPJS kesehatan sekitar 160 juta jiwa. Menurutnya dengan kenaikan iuran seharusnya pemerintah juga mengiringinya dengan perbaikan dan pembenahan pelayanan kesehatan.
“Tidak hanya kenaikan iuran premi, tapi juga jumlah dokter yang harus sesuai dengan rasio, baik fasilitas dan prasarana kesehatan harus ditingkatkan juga. IDI tentunya menjadi bagian dalam program JKN yang memberikan kemaslahatan untuk semua, bukan untuk masyarakat saja,” tambah Dr. Adib.
Selain itu, dalam pelaksanaan program JKN, ini memberikan masukan agar pelayanan kedokteran khususnya proses verifikasi BPJS ditangani oleh tenaga medis.
“Dalam proses verifikasi BPJS, PB IDI menyarankan verifikator BPJS dilakukan oleh tenaga medis yang memahami standart pelayanan kesehatan kedokteran. Di mana tak sedikit kendala dalam proses verifikasi dan claim akan mempengaruhi proses pelayanan BPJS kesehatan,” pungkas Dr. Adib. (hyd)