Jakarta, Sumselupdate.com – Wakil Ketua MPR-RI sekaligus Anggota Komisi VIII DPR-RI , Hidayat Nur Wahid (HNW) sangat menyayangkan wacana Menko PMK, sekalipun sudah diklarifikasi, tetap saja terkesan berempati kepada judi online yang bisa berdampak kepada hadirnya kemiskinan.
Apalagi untuk program Bansos dari pemerintah ada kriterianya, dan tidak ada unsur korban judi online dalam kriteria penerima bantuan sosial di Kementerian Sosial. HNW mengingatkan agar Pemerintah satu sikap dan satu semangat sukseskan Satgas Pemberantasan Judi Online dari segala lini apalagi belakangan Presiden Jokowi menyatakan Indonesia sudah darurat judi online.
Maka tidak ada pejabat pemerintah justru mewacanakan hal yang tidak sesuai dengan semangat satgas, karena wacana memberikan bansos mudah diartikan sebagai menunjukkan simpati terhadap pelaku judi online dengan iming-iming pemberian bansos terhadap keluarganya bila menjadi miskin karena judi on line.
“Pemerintah harusnya segera dan tegas memberantas judi online melalui ketegasan penindakan hukum, sosialisasi aturan, maupun dengan cara efekti lain termasuk melibatkan keluarga agar menjadi garda terdepan secara antisipatif mencegah bisa terjadinya judi on line, karena sejak beberapa bulan lalu Menkominfo menyatakan Indonesia darurat judi on line. Apalagi jumlah dan nilai transaksinya terus meningkat setiap waktu hingga lebih dari Rp 600 Triliun. Wacana pemberian bansos oleh Menko PMK justru terkesan permisif terhadap kejahatan judi on line dan tidak membantu spirit memberantas judi on line, dan bisa berpotensi terjadi penyalahgunaan dana bansos,” kata HNW di Jakarta, Rabu (19/6/2024).
Dikatakan, bansos utama yang digunakan Pemerintah sebagai program perlindungan sosial adalah bansos Program Keluarga Harapan (PKH).
Bansos PKH diberikan kepada keluarga yang memiliki satu dari lima kriteria, yakni Ibu hamil, anak usia 0-6 tahun, anak sekolah SD-SMA, lansia 70 tahun ke atas, dan disabilitas berat.
Menurut dia, jelas tidak ada kriteria keluarga korban judi online pada bansos PKH, sehingga jika diberikan atas dasar tersebut maka tentu bansosnya tidak tepat sasaran dan tidak sesuai aturan.
Apalagi banyak laporan dari lapangan bahwa pelaku judi on line antara lain juga penerima bansos, jadi jangan sampai bansos malah memperpanjang lingkaran setan judi on line. Seharusnya lingkaran setan itu diputuskan, sebagai kontribusi selamatkan Indonesia emas dari darurat judi on line.
“Dan bansos judi online sama sekali belum pernah diusulkan apalagi dibahas di Komisi VIII DPR-RI, baik tahun lalu ketika membahas anggaran 2024 maupun saat ini ketika membahas rencana anggaran 2025. Sehingga memang tidak ada pos anggarannya di APBN baik tahun 2024 maupun 2025. Untuk yang ada pos anggarannya saja belum sepenuhnya mengatasi masalah kemiskinan. Kalau dikurangi untuk bansos judi on line tentu akan semakin tidak menjadi solusi sosial, maka kami pasti menolaknya,” tuturnya.
Apalagi dalam Keppres Nomor 21 Tahun 2024 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Perjudian Daring yang belum lama diteken Presiden Jokowi, bahwa langkah yang diambil Pemerintah untuk memberantas judi online adalah melalui pencegahan dan penegakan hukum.
Pencegahan dilakukan dengan kegiatan sosialisasi, edukasi, dan penyelesaian kendala perjudian online, bukan dengan pemberian bansos.
Bukannya mencegah tapi malah bisa mendorong orang untuk semakin nyaman berjudi online, dengan asumsi toh kalau kalah dan jatuh miskin, keluarganya akan mendapat bansos dari Pemerintah.
“Selain pencegahan, penegakan hukum juga harus semakin dioptimalkan, dan itu hanya bisa terjadi jika aparat penegak hukum terlebih dahulu sudah terbebas dari aktivitas judi online. Satgas Pemberantasan Perjudian Daring harus segera bekerja optimal, selain menjatuhkan sanksi hukuman kurungan juga denda sebagaimana diberlakukan di Malaysia dan Singapura, agar kita bisa memetik bonus demografi positif dan menyongsong Indonesia Emas ketika bangsa Indonesia terselamatkan dari kondisi darurat judi online,” tegasnya. (**)