HNW: Keberagaman Agama Membuat Bangsa Menjadi Kuat dan Bersatu Padu

Penulis: - Selasa, 23 Juli 2024
Wakil Ketua MPR Dr H Muhammad Hidayat Nur Wahid (HNW) dan anggota MPR/DPR Dr H Mardani Ali Sera.

Jakarta, Sumselupdate.com – Ratusan umat Kristen yang terhimpun dalam ‘Central Kristen Indonesia (CKI) Senin.22 Juli 2024 memenuhi Gedung MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta.

Kehadiran mereka  ke komplek parlemen sejak pukul 08.00 WIB itu untuk mengikuti Sosialisasi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika atau  disebut dengan Empat Pilar MPR RI.

Bacaan Lainnya

Sosialisasi terbilang istimewa sebab pematerinya  Wakil Ketua MPR Dr. H. Muhammad Hidayat Nur Wahid (HNW) dan anggota MPR/DPR Dr H Mardani Ali Sera.

Pimpinan CKI yang hadir dalam sosialisasi  Ketua Umum DPP CKI Brigjend Pol (Purn) Dr Karel Albert Rahalu, Sekjen CKI Pdt Dr Herry Saragih, Ketua CKI DPD Jakarta Pdt. Kol (Purn) Robert Haposan, dan ketua-ketua CKI Jawa Tengah serta Banten.

Di hadapan ratusan peserta sosialisasi, HNW mengatakan ini merupakan Sosialisasi Empat Pilar MPR yang bersejarah karena mendapat kehormatan kunjungan dari pimpinan dan anggota CKI. Meski mereka sudah terbiasa bertemu dan menerima beragam komunitas kristiani,

“Kami juga pernah melakukan sosialisasi di Manado, Sulawesi utara atas undangan Komunitas Kristiani di sana,” tuturnya.

Menurut HNW  sosialisasi ditujukan kepada i beragam profesi seperti kalangan pemuda, ormas, dan komunitas lain.

“Menerima dari beragam delegasi membuktikan MPR merupakan rumah untuk seluruh rakyat Indonesia,” katanya.

Dikatakan, seluruh warga Indonesia perlu memperoleh sosialisasi Empat Pilar. HNW  juga menceritakan pengalaman melakukan sosialisasi saat di luar negeri melakukan kunjungan delegasi ke kantor PBB di Geneva, Swiss.

Selanjutnya, berkunjung ke Kantor IPU (Inter Parliementary Union), wahana berhimpunnya parlemen dari berbagai negara.

Dia menjelaskan tugas dan kewenangan MPR,   melakukan Sosialiasi Empat Pilar.

Mendapat pemaparan demikian, Pimpinan IPU merasa kaget karena ada negara yang mengurusi warganya demikian cermat sampai-sampai ideologi dan konstitusi disosialisasikan.

“Indonesia merupakan satu-satunya negara di dunia yang Parlemennya melakukan itu,” paparnya.

Empat Pilar MPR disebut merupakan warisan sikap kenegarawanan para pendiri bangsa. Bangsa ini didirikan  Bapak dan Ibu Bangsa. “Fakta bahwa Indonesia tidak hanya didirikan  Bapak Bangsa namun juga dilahirkan Ibu Bangsa,” katanya.

Dari anggota BPUPK, dua di antaranya  dari kaum Perempuan. Dua Ibu Bangsa itu adalah Raden Nganten Siti Sukaptinah Sunaryo Mangunpuspito dan Mr. Hj. Raden Ayu Maria Ulfah.

Maria Ulfah adalah Perempuan pertama dari Indonesia  mendapat gelar master hukum di masa kolonialisme Belanda.

Dia lulusan Universitas Leiden dsn kemudian  menjadi menteri sosial.

Bapak dan Ibu Bangsa itu menurut HNW memberikan warisan kenegarawanan yang diturunkan ke anak dan cucu.

Hingga saat ini  disepakati Pancasila sebagai dasar negara, UUD Tahun 1945 sebagai konstitusi negara, NKRI sebagai bentuk negara, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara.

Empat hal tersebut dilahirkan dengan perdebatan yang begitu  akrab dan hangat. Lebih lanjut diungkapkan, Bapak dan Ibu Bangsa dalam dinamika yang ada saling memberi, menerima, mendengarkan, dan bisa memutuskan pendapat secara bersama. Hal demikian merupakan dinamika positif yang luar biasa, keteladanan yang sangat merakyat, yang harus menjadi inspirasi kita sehingga selamst dan merdekalah Indonesia dengan disepakatinya  Pancasila, UUD Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika melalui proses yang sangat demokratis.

Dalam mencari rumusan dasar negara, dalam sidang-sidang BPUPK, 29 Mei hingga 1 Juni 1945, ada pikiran-pikiran kebangsaan yang disampaikan oleh Soekarno, Mohammad Yamin, dan Soepomo. Soekarno berpidato dengan menyampaikan gagasan dasar negara yang terdiri dari lima sila yaitu, kebangsaan, kemanusiaan, demokrasi,  keadilan sosial dan ketuhanan.

Dari anggota BPUPK yang berasal dari latar golongan Islam, menghendaki atau mengusulkan dengan pendekatan yang demokratris, dengan didasari bangsa ini mayoritas penduduk beragama Islam maka golongan Islam mngusulkan agar Islam menjadi dasar negara.

Dua usulan yakni kebangsaan dan Islam, tidak membuat rapat BPUPK mengalami deaclock, saling menegasikan atau saling memusuhi. Untuk mencari titik temu  dibentuklah panitia khusus. Dr. Radjiman W sebagai Ketua BPUPK pun membentuk Panitia 8. Panitia ini diketuai oleh Soekarno.

Melihat komposisi Panitia 8 yang tidak proporsional maka Soekarno dengan kenegarawanannya membentuk Panitia 9 sebab bila masih berjumlah 8 orang maka hal demikian tidak menyelesaikan masalah karena tidak adil dan tidak akan menghadirkan suatu komprom. Sebab komposisi timpang.

Di Panitia 9 ada empat dari kalangan nasionalis non-agama dan lima dari kalangan nasionalis agama. Dari kalangan nasionalis non-agama adalah Soekarno, Mohammad Hatta, Mohammad Yamin, dan Achmad Soebardjo.

Sedangkan dari kalangan nasionalis agama adalah Alexander Andries (AA) Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdoel Kahar Moezakir, Agus Salim, dan Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim. “Lima dari kelompok nasionalis agama, empat Muslim, satu kristiani yakni AA Maramis,” jelas HNW.

Dikatakan, dia tidak menggunakan istilah kelompok nasionalis dan agama sebab hal demikian akan menimbulkan kesalahan pikiran orang. Bila menggunakan istilah itu seolah-olah yang nasionalis tidak beragama, yang beragama tidak nasionalis.

Meski berbeda golongan dan agama, akhirnya Panitia 9 menyepakati Pancasila sebagai dasar negara. Meski sudah sepakat Pancasila namun saat itu masalahnya belum selesai sebab Sila I yang masih mengadung 7 kata, yakni ‘dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya’ mendapat respon keberatan dari perwakilan Indonesia bagian timur. Salah satu toko yang merasa keberatan dengan 7 kata itu adalah Mr. Latuharhary.

Meski ada keberatan hal demikian menurut HNW tidak membuat bangsa ini pecah namun Bapak dan Ibu Bangsa tetap mampu dan mau mencari solusi. Salah satu anggota Panitia 9, yakni Bung Hatta, bertemu dengan tokoh-tokoh umat Islam kemudian menyampaikan tentang masalah ini.

“Tanpa berlama-lama 4 tokoh umat Islam itu memahami dan menyepakati untuk mengubah 7 kata dalam Piagam Jakarta menjadi Ketuhanan yang Mahaesa,” ujarnya.

Sikap umat Islam yang menerima penghapusan 7 kata membuat bangsa ini selamat dari perpecahan, dan disepakatilah rumusan akhir dari Pancasila, yang disahkan 18 Agustus 1945. Dan termaktub dalam alinea ke 4 Pembukaan UUD 45.

“Jadi keterbukaan, kebersamaan, keberanian berpendapat, menerima pendapat, berdialog secara dewasa, mencari dan menyepakati maslahat terbesar bagi bangsa dan negara, itulah yang menjadi keteladanan dan kenegarawanan yang diwariskan Bapak dan  Ibu Bangsa dan menjadi solusi atas berbagai masalah bangsa,” tegasnya. (**)

Bantu Kami untuk Berkembang

Mari kita tumbuh bersama! Donasi Anda membantu kami menghadirkan konten yang lebih baik dan berkelanjutan. Scan QRIS untuk berdonasi sekarang!


Pos terkait