Fahri Hamzah: Dua Poros Capres Ciptakan Pertengkaran dan Memperuncing Konflik

Kamis, 5 Oktober 2023
Fahri Hamzah saat memberikan tanggapan dan opini pada acara Gelora Talks

Jakarta, Sumselupdate.com – Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah berharap agar polemik wacana pembentukan dua poros bakal calon presiden (capres) di Pilpres 2024 tidak diperpanjang lagi, serta mensyukuri munculnya tiga kandidat capres yakni Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.

Karena itu, semua pihak diminta mulai memikirkan hal-hal bersifat kepentingan nasional, bukan menciptakan konflik di masyarakat.

Bacaan Lainnya

“Sekarang kita sudah ada tiga calon. Kita berharap sekali dengan tiga calon ini, coba mulai kita bikin agak tenang sedikit. Kita tidak harus bertengkar terus, apalagi mempertengkarkan hal-hal yang semakin memperuncing konflik,” kata Fahri Hamzah saat memberikan pengantar diskusi Gelora Talks bertajuk ‘Pilpres 2024: Mengupas 2 atau 3 Pasang Capres?’, Rabu (4/10/2023).

Dalam diskusi yang dihadiri politisi PDIP Aria Bima dan Ketua Balpilpres Projo Panel Barus itu, Fahri secara tegas mengatakan, semua kandidat capres dan partai politik (parpol) pendukung harus menyadari ketidaksempurnaan Sistem Pemilu kita sekarang.

“Kita harus memikirkan betul kali ini, bahwa dengan tiga kandidat kita harus menyadari ada ketidak sempurnaan sistem, tapi paling tidak dengan tiga kandidat kita bisa mengelola ketidaksempurnaan itu menentukan pilihan terbaik,” katanya.

Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 ini menilai Sistem Demokrasi Liberal yang kita dalam Sistem Pemilu 2024 sekarang tidak memfaslitasi nominasi atau kriteria seorang capres yang memiliki narasi, tetapi mengedepankan kombinasi adanya kecocokan.

Sehingga tujuannya hanya mencari perbedaan sebagai sumber konflik saja, bukan persamaan dan persatuan. Akibatnya, kerap menciptakan konflik yang tidak beralasan.

“Partai Gelora dari awal menghendaki satu sistem atau desain yang memungkinkan bangsa ini menerima kenyataan bangsa kita temasuk salah satu bangsa paling aneh di dunia, karena bisa mengumpulkan perbedaan dalam jumlah banyak. Alhamdulillah kita tetap bisa bersatu, sekarang sudah 78 tahun kita merdeka sebagai bangsa dan negara,” katanya.

Dikatakan, para elite nasional dan pimpinan parpol baru menyadari, tingginya presidential treshold (PT) 20 persen ternyata merugikan mereka.
Akibatnya, mereka berusaha sekuat tenaga untuk mengabaikan nominasi dalam penentuan capres, dan lebih mengedepankan kombinasi politik pragmatis sesuai kepentingan politik masing-masing.

“Kita syukuri treshold sekarang menyerah pada hasil survei. Kita seperti meniti jembatan terjal, di kiri dan kanan ada jurang, maka perlu kebesaran hati untuk tidak memperuncing perbedaan, dan kita bisa selamat, serta mendapatkan presiden baru pada 20 Oktober 2024,” ujarnya.

Presiden terpilih pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024 nanti diharapkan dapat mendesain ulang Sistem Pemilu yang terbaik untuk Indonesia, yang bisa mengakomodasi perbedaan untuk persamaan, bukan sebagai sumber konflik.

“Saya kira ikthiar yang dilakukan PDIP dan Projo, kita tidak bisa menolak. Tetapi dengan tiga kandidat ini, kita perlu kebesaran hati, adanya persoalan sistem ini yang harus kita perbaiki ke depan. Kita semua sedang berikhtiar supaya kita selamat di 2024 nanti,” tuturnya.

Sementara itu, politisi PDIP Aria Bima Aria Bima membantah keinginan partainya agar hanya ada dua pasangan capres, karena mengkhawatirkan Ganjar Pranowo kalah di putaran kedua.

Hal itu, menurut Aria Bima, sudah dibantah Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dalam penutupan Rakernas pada Minggu (1/10/2023), yang mengungkapkan ada upaya menjodoh Prabowo Subianto dan Ganjar Prabowo, padahal mereka sudah punya pasangan masing-masing.

Aria Bima menegaskan, dengan PT 20 persen, PDIP bisa mengusung calon sendiri, tanpa berkoalisi dengan partai lain. Tapi karena menghargai partai lain, PDIP menjalin koalisi dengan parpol lain seperti PPP, Partai Hanuran dan Perindo.

“Kami sangat menghargai parpol bergabung untuk berkoalisi dalam koalisi besar mengusung capres dan cawapres sesuai yang mereka kehendaki,” kata Aria Bima.

Keinginan untuk membentuk dua poros itu, kata Aria Bima, adalah mempertimbangkan banyaknya wacana mengenai Pilpres 2024 satu putaran, karena akan menghemat anggaran dan sosio ekologi, mengingat Pilpres 2024 memakan biaya besar.

“Jadi wacana ini bukan hanya dalam konsep PDIP, tapi ada pihak lain menginginkan. Antara lain menghemat biaya dan presidential threshold. Sebab, kalau Pilpres 2024 satu putaran akan memakan biaya Rp17 triliun, dan jika dua putaran akan menghabiskan dana Rp34 trilliun,” jelasnya.

Dia menambahkan, dengan pertimbangan tersebut, sebaiknya pada Pilpres 2024 mengerucut dua poros pasangan saja, tidak tiga pasang seperti saat ini.

“Saya sangat yakin ke depan, bisa saja dari satu poros tersebut ada yang berkoalisi ke partai atau koalisi lainnya,” jelas politisi senior PDIP itu.

Sedangkan Ketua Badan Pemenangan Presiden (Bapilpres) Pro Jokowi (Projo), Panel Barus berharap Pemilu 2024 berlangsung damai tidak ada lagi friksi, menghindari isu-isu SARA, serta berlangsung sejuk dan demokratis, yang mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa.

Panel Barus mengatakan, Projo masih ancang-ancang memberikan suara kepada capres tertentu.
“Saat ini Projo masih melakukan rapat-rapat di tingkat wilayah maupun cabang untuk konsolidasi atau memperkuat internal,” ujar Panel Barus.

Projo kata dia, sudah ada di 13 provinsi, terus melakukan pembahasan tentang tantangan zaman ke depan agar tidak salah menentukan capres. (duk)

Bantu Kami untuk Berkembang

Mari kita tumbuh bersama! Donasi Anda membantu kami menghadirkan konten yang lebih baik dan berkelanjutan. Scan QRIS untuk berdonasi sekarang!


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.