Jakarta, Sumselupdate.com – Masalah pencemaran udara merupakan tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat. Keterlibatan publik diperlukan agar kebijakan strategis yang dicanangkan dapat terlaksana dengan baik dan berdampak luas.
“Masalah pencemaran udara bukan tugas pemerintah saja, tapi tugas kita semua,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat, dalam Forum Diskusi Denpasar 12 Edisi ke-158, dengan tema Perbaikan Kualitas Udara di Kota-Kota Besar Indonesia, Rabu (23/8/2023).
Menurut Rerie, sapaan Lestari, masalah polusi udara merupakan masalah klasik yang terus dihadapi kota-kota besar di dunia, termasuk Jakarta.
Berdasarkan catatan Air Quality Index (AQI), Jakarta menduduki posisi pertama sebagai kota dengan udara terkotor di dunia pada angka 156, Kamis (10/8/2023).
“Situs pemantau beberapa minggu juga menunjukkan kualitas udara makin bertambah buruk. Akibatnya, gangguan kesehatan mulai terjadi,” tutur Rerie.
Alih-alih menemukan solusi, lanjut Rerie, kita malah terbiasa memaklumi karena ragam alasan yakni
memasuki musim kemarau, terbatasnya ruang hijau, perkembangan industri, dan pembangunan infrastruktur yang kerap meniadakan pertimbangan reboisasi.
Tanpa sadar, tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, kita berhadapan dengan masalah yang selalu sama, tanpa solusi.
Dia pun mempertanyakan bagaimana monitoring, evaluasi, dan kebijakan strategis untuk mengatasi masalah yang terjadi hampir tiap tahun ini.
Dikatakan, perlu sinergi antarlembaga, organisasi, dan masyarakat mewujudkan kualitas udara yang baik.
“Marilah kita mengedepankan kehidupan publik dalam upaya menyelesaikan berbagai masalah. Kita berharap sinergi antara lembaga dan organisasi terkait, termasuk masyarakat dapat terwujud menuju Indonesia sehat. Marilah kita mulai dari Jakarta,” tegas Rerie.
Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, Erni Pelita Fitratunnisa, mengatakan Pemprov DKI Jakarta kini mempunyai lima Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU), baik fix station dan mobile station. Masyarakat dapat melihat pantauan kualitas udara di Jakarta melalui aplikasi JAKI.
Erni menjelaskan, memburuknya kualitas udara di Jakarta disebabkan banyak faktor seperti kondisi cuaca, arah angin, hingga suhu.
“Memasuki Mei hingga Agustus kualitas udara memburuk di mana konsentrasi polutan udara meningkat. Kondisi akan membaik saat musin hujan September hingga Desember,” ujarnya.
Berdasarkan analisa Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, lanjut Erni, penyebab memburuknya kualitas udara di Jakarta dipengaruhi sektor transportasi sebesar 44 %, industri energi 31%, perumahan 14%, manufaktur 10%, dan komersial 1%.
Pemprov DKI Jakarta lanjut dia, telah melakukan berbagai upaya mengatasi pencemaran udara. (duk)