Pembangunan IKN Belum Menemukan Keputusan yang Bijak

Rabu, 9 Februari 2022

Oleh: Siska Windiyarti, S.Pd

Mahasiswi Magister Ilmu Komunikasi STISIPOL Candradimuka Palembang

Bacaan Lainnya

Perbincangan mengenai Ibu Kota Negara (IKN) Baru di Kalimantan Timur menjadi persoalan krusial terutama terkait dengan pendanaan anggaran pembangunan IKN di Pemerintahan. Dan hal ini memicu terjadinya perbedaan pendapat di antara pejabat tinggi negara.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan ingin menggunakan anggaran pemulihan ekonomi nasional atau PEN, yakni dalam pos program penguatan ekonomi senilai Rp178,3 triliun untuk pembangunan ibu kota negara atau IKN.

Rencana itu menuai kritik tajam. Hal tersebut disampaikan oleh Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR pada Rabu (19/1/2022). Rapat tersebut membahas evaluasi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2021, program pemulihan ekonomi nasional (PEN) 2021, serta rencana APBN dan PEN 2022.

“Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) waktu itu menyampaikan, akan membuat jalannya. Itu kalau memang bisa dieksekusi pada 2022, maka bisa kami anggarkan di Rp178 triliun ini,” ujar Sri Mulyani pada Rabu (19/1/2022).

Statement yang disampaikan oleh Menteri Keuangan ini menuai pro dan kontra di kalangan pejabat tinggi dan kelang beberapa hari.

Menteri Koordinator bidang perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, hingga saat ini, pemerintah tidak berencana memasukkan proyek pembangunan IKN baru ke dalam Program PEN. Dia menjelaskan, dana pembangunan proyek IKN akan menggunakan alokasi anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

“Terkait IKN, anggarannya ada di PUPR dan memang diperkirakan fase pertama dibutuhkan dana Rp45 triliun namun secara bertahap , tergantung kebutuhan dan progress , ” katanya dalam konferensi pers, Senin (24/1/2022). Airlangga mengatakan, alokasi anggaran untuk Program PEN pada 2022 adalah sebesar Rp451,64 triliun, diperuntukkan tiga klaster. Anggaran untuk kesehatan dialokasikan sebesar Rp125,97 triliun dan perlindungan sosial sebesar Rp150,8 triliun.

Di samping itu, pemerintah mengalokasikan anggaran PEN untuk penguatan ekonomi sebesar Rp174,87 triliun, terkait infrastruktur, ketahanan pangan, teknologi informasi dan komunikasi, UMKM, PMN, dan insentif perpajakan. Jadi tadi saya sampaikan dana itu yang ada di PUPR dan Program PEN sekarang tidak ada tema untuk IKN,” jelasnya.

Dan  Menteri  Pekerjaan  Umum  dan  Perumahan  Rakyat  (PUPR), Basuki  Hadimuljono, memaparkan rencana selanjutnya dalam pembangunan ibu kota negara (IKN) atau ibu kota baru di Kalimantan Timur. Pembangunannya baru akan dimulai setelah mendapat instruksi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, termasuk soal alokasi anggaran.

“Sekarang ini belum ada anggaran untuk IKN. Jadi belum bisa melakukan apa – apa. Kita persiapan saja,” ujar Menteri Basuki saat dijumpai di Hotel Bidakara, Jakarta, Sabtu (22/1).

Maka dapat dilihat bahwa dari statement yang berbeda ini diakibatkan oleh kurangnya koordinasi dan fungsi koordinasi tidak berjalan dengan baik. Fungsi koordinasi melibatkan sinkronisasi berbagai upaya dari berbagai pihak sehingga tujuan yang direncanakan tercapai dengan konflik minimum sehingga informasi yang disampaikan kepada public tidak berlawanan dan terkesan tidak bijak dalam menyampaikan informasi.

Di dalam pemerintahan, faktor kepemimpinan memegang peranan yang penting karena pemimpin itulah yang akan menggerakkan dan mengarahkan organisasi dalam mencapai tujuan. Presiden Joko Widodo sebagai pemimpin Negara Republik Indonesia.

Menurut Sudarwan Danim (2004:56), dalam Herman (2007), kepemimpinan adalah setiap perbuatan yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk mengkoordinasi dan memberi arah kepada individu atau kelompok yang tergabung di dalam wadah tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Maka sebelum informasi tentang pembangunan IKN belum menemukan keputusan yang bijak seharusnya tidak disampaikan kepada publik karena akan berpengaruh pada penilaian publik tentang pemerintah yang tidak profesional dalam mengambil kebijakan. (*)

Pos terkait