SBY Minta Pemerintah Jokowi Jelaskan Berapa Banyak Jumlah TKA di Indonesia, Ada Apa?

Senin, 23 April 2018
Presiden keenam RI Soesilo Bambang Yudhoyono dalam pertemuannya dengan alim ulama di Cilegon, Banten, pada Minggu (22/4/2018). Foto: M Iqbal-detikcom

Jakarta, Sumselupdate.com – Presiden keenam RI Soesilo Bambang Yudhoyono meminta agar Pemerintah menjelaskan soal bertambah banyaknya jumlah tenaga asing di Tanah Air. Ia mengaku mendapat masukan dari publik.

Pernyataan itu disampaikan SBY dalam pertemuannya dengan alim ulama di Cilegon, Banten, pada Minggu (22/4/2018).

Dalam pertemuan tersebut, SBY bercerita sering mendapat keluhan dari masyarakat di daerah yang didatanginya.

Ia kerap kali menerima laporan banyaknya tenaga kerja asing. SBY juga mengamati soal tenaga kerja asing tersebut dari media massa.

Advertisements

Dia pun meminta agar pemerintahan saat ini, menjelaskan secara gamblang berikut datanya terkait kisruh tenaga kerja asing ini.

“Entah presiden, entah siapa pun, jelaskan kepada rakyat. Berapa jumlahnya, dari negara mana, kerja di daerah mana saja,” ujar SBY.

Isu tenaga kerja asing, terutama dari China, memang merebak kencang di era pemerintahan Jokowi.

Menteri Tenaga Kerja Hanif Dakhiri juga berkali-kali mengklarifikasi soal tenaga kerja dari China. Menurut Hanif pemerintah masih tetap berkomitmen mengutamakan penciptaan lapangan kerja untuk masyarakat Indonesia sendiri.

Hanif mengatakan Peraturan Presiden (Perpres) mengenai kemudahan tenaga kerja asing (TKA) justru bisa meningkatkan investasi di dalam negeri yang kemudian berdampak pada pertumbuhan jumlah tenaga kerja di Indonesia.

Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Fadli Zon, menilai di tengah tren integrasi ekonomi dan kawasan, pemerintah seharusnya memberi perlindungan terhadap kepentingan tenaga kerja lokal dari gempuran tenaga kerja asing, bukan malah sebaliknya. Menurutnya, Perpres No. 20/2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing tidak berpihak pada kepentingan tenaga kerja lokal.

“Kebijakan ini menurut saya salah arah. Waktu kampanye dulu Pak Joko Widodo berjanji menciptakan 10 juta lapangan kerja bagi anak-anak bangsa. Namun, tiga tahun berkuasa pemerintah malah terus-menerus melakukan relaksasi aturan ketenagakerjaan bagi orang asing,” kata Fadli Zon melalui keterangannya yang diterima VIVA, Kamis, 19 April 2018.

Melalui integrasi ekonomi ASEAN, serta berbagai ratifikasi kerja sama internasional lainnya, menurut Fadli, tanpa ada pelonggaran aturan sekalipun sebenarnya arus tenaga kerja asing sudah merupakan sebuah keniscayaan. Pada situasi itu yang sebenarnya Indonesia butuhkan justru adalah bagaimana melindungi tenaga kerja sendiri.

Dalam bidang perdagangan, misalnya, menurut data INDEF tahun 2017, Indonesia hanya memiliki hambatan nontarif sebanyak 272 poin.

Padahal, Malaysia dan Thailand saja, masing-masing punya hambatan nontarif sebanyak 313 poin dan 990 poin. Kecilnya jumlah hambatan nontarif di Indonesia menunjukkan buruknya komitmen dalam melindungi industri dan pasar dalam negeri. Pemerintah seharusnya serius melindungi pasar dan industri dalam negeri, karena itu mewakili kepentingan nasional.

Menurut Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu, berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Kemnakertrans), per Maret 2018 ada sekitar 126 ribu tenaga kerja asing yang ada di Indonesia. Bayangkan, kata Fadli, angka ini melonjak 69,85 persen dibandingkan angka jumlah tenaga kerja asing pada Desember 2016, yang masih 74.813 orang. Sebelum ada Perpres No. 20/2018 saja lonjakannya sudah besar, apalagi sesudah ada Perpres ini.

Ia mencontohkan di Sulawesi Tenggara, misalnya, di sebuah perusahaan nikel tahun lalu ditemukan dari 742 tenaga kerja asing asal China yang bekerja di sana, 210 di antaranya tenaga kerja ilegal.

Artinya, hampir 30 persennya tenaga kerja ilegal. Menurut data resmi, tenaga kerja asing legal dan ilegal mayoritas memang berasal dari China.

“Saya menyebut terbitnya Perpres No. 20/2018 ini berbahaya karena sebelum adanya beleid baru ini saja kita sudah kewalahan mengawasi tenaga kerja asing yang masuk, apalagi sesudah kerannya kini dibuka lebar-lebar. Sebagai catatan, saat ini jumlah pengawas kita hanya 2.294 orang. Bayangkan, mereka harus mengawasi sekitar 216.547 perusahaan dan ratusan ribu tenaga kerja asing. Mana bisa?” ujar Fadli.

Ia menghitung, seorang petugas harus mengawasi sekitar 94 perusahaan legal. Menurut saya itu tidak mungkin dilakukan. Apalagi mereka harus bisa mengawasi tenaga kerja asing juga. Idealnya, seorang petugas hanya mengawasi 5 perusahaan saja. Sehingga, kita setidaknya butuh sekitar 20 hingga 30 ribuan pengawas.

Menurutnya, ini bukan kali pertama pemerintahan Joko Widodo menerbitkan beleid yang tak berpihak pada kepentingan buruh lokal. Pada tahun 2015, pemerintah juga telah mengubah Permenakertrans No. 12/2013 yang isinya mengatur tentang syarat memiliki kemampuan berbahasa Indonesia bagi tenaga kerja asing. Ketentuan ini telah dihapus oleh pemerintah melalui Permenakertrans No. 16/2015. Pekerja asing kini tak lagi diwajibkan memiliki kemampuan berbahasa Indonesia.

“Lah, para pekerja kita saja saat hendak bekerja ke Timur Tengah, Hong Kong, Taiwan, atau Jepang mereka dituntut untuk menguasai bahasa setempat. Kok ini pemerintah kita malah bukan hanya tak mewajibkan tenaga kerja asing untuk berbahasa Indonesia, kita juga memberi fasilitas bebas visa ke mereka. Ini kan tidak adil. Dan ketidakadilan itu dibuat oleh pemerintah kita sendiri,” kata Fadli.

Ia menilai selain tak sesuai ketentuan UU Ketenagakerjaan, perubahan itu juga tak sesuai dengan UU No. 24/2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, di mana di dalamnya disebutkan kewajiban bagi tenaga kerja asing untuk berbahasa Indonesia.

“Ingat, bahasa Indonesia bukan hanya wajib digunakan dalam komunikasi resmi di lingkungan pemerintahan, tapi juga di semua lingkungan kerja swasta yang ada di Indonesia,” kata Fadli.

Ia menambahkan kebijakan-kebijakan tadi tak boleh dibiarkan tanpa koreksi. Itu semua harus segera dikoreksi. DPR sebenarnya pernah membentuk Panja Pengawas Tenaga Kerja Asing. Tapi rekomendasinya diabaikan.

Pemerintah Meluruskan

Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Aturan ini, mendapat banyak kritikan lantaran disebut malah mempermudah tenaga kerja asing masuk ke Indonesia hingga level pekerja lapangan.

Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, yang dipermudah oleh pemerintah adalah administrasinya. Di mana selama ini, dinilai terlalu berbelit-belit.

“Dan adminisrasi itu mengutamakan untuk TKA menengah ke atas. Ini adalah izin administrasinya, jadi bukan tentang mendatangkan tenaga kerja. Dan tenaga kerja kita ini dibandingkan negara lain masih sangat rendah sekali,” jelas Pramono, di Istana Bogor, Jawa Barat, Rabu 18 April 2018.

Salah persepsi tentang kemudahan tenaga kerja asing ini, menurut mantan Sekjen PDI Perjuangan itu, lantaran tahun politik. Di mana calon petahana Jokowi, akan maju lagi pada Pilpres 2019 mendatang.

“Kami tahu karena ini tahun politik, isu tenaga kerja pasti digoreng-goreng. Tapi sekali lagi kami tegaskan bahwa perbaikan yang dilakukan dalam Perpres itu adalah adminsitrasi, pengurusan,” kata Pramono.

Kemudahan administrasi, seperti banyak tenaga kerja asing yang berposisi direktur. Mereka harus balik ke negara lain seperti Singapura terlebih dahulu, untuk kemudian mengurus izin masuk lagi.

Menurutnya, inilah yang sebenarnya dimudahkan. Perpres itu juga membatasi kemudahan tenaga kerja asing hanya pada level tertentu. Bukan tenaga kasar seperti yang ramai diperbincangkan.

“Sama sekali tidak berhubungan dengan tenaga kerja non-skill. Ini hanya pada level medium ke atas, level manager, general manager, kemudian direktur, mereka-mereka yang akan memperpanjang izin kerjanya itu tidak perlu balik lagi ke Singapura baru ke sini,” katanya.

Dia pun meminta semua pihak termasuk yang menyebut Perpres itu melanggar undang-undang dan menuding pemerintah mempermudah tenaga kerja asing, untuk cermat melihat aturan tersebut. Sehingga, tidak langsung main tuding.

“Jadi bukan mempermudah TKA masuk. Bukan. Sama sekali bukan. Mohon dibaca dulu Perpresnya, jangan dan banyak yang belum membaca Perpresnya sudah menanggapi,” kata Pramono. (vvn)

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.