Pilkada Sumsel Kurang Semarak

Senin, 11 Januari 2016

Sebagian besar masyarakat menilai jika pesta demokrasi yang terjadi pada tahun ini dinilai kurang semarak. Bahkan, banyak dari mereka yang belum mengetahui jika sejumlah daerah di Sumsel tengah menggelar pesta demokrasi.

Kurangnya gaung pilkada ini dinilai pengamat politik Universitas Sriwijaya Alfitri, saat ini masyarakat berada dalam masa peralihan.

Menurutnya, selama ini pola kampanye yang monoton dengan rapat-rapat akbar, justru digelar dengan kampanye dialogis.

Apalagi, lanjutnya, ada pembatasan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mengeluarkan aturan-aturannya.

Advertisements

“Alat-alat peraga dan metode kampanyenya disediakan oleh KPU. Ini sebenarnya sebuah pembelajaran yang baik, bahwa kampanye tidak harus sah dengan suasana yang meriah. Dengan cara ini, tentu dana yang dikeluarkan bisa ditekan,” katanya, Selasa (1/12).

Menurutnya, masa peralihan ini merupakan sebuah pembelajaran yang baik. Hanya saja, esensi dari sosialisasi yang dituangkan masing-masing pasangan calon dalam visi dan misinya benar-benar mengena di tengah-tengah masyarakat.

“Saya rasa suasana seperti ini sangat wajar. Masing-masing pasangan calon lebih memperkuat bagaimana cara mereka berdialog dengan pemikiran-pemikiran bahwa mereka bisa merebut simpati dan suara masyarakat untuk memilih mereka,” katanya.

Disinggung apakah kondisi ini akan mempengaruhi partisipasi pemilih untuk datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS), Alfitri mengaku tidak ada pengaruh.

Menurutnya, tingkat partisipasi tersebut sudah bisa dilihat dari pendidikan politik masyarakat untuk menggunakan hak pilih.

“Di Sumsel, partisipasi politik warga sudah cukup baik. Memang ada kelebihan dan kekurangan dengan sistem seperti ini. Disatu sisi memang kurang gaung, tapi disisi lain, bisa menekan anggaran dana yang dikeluarkan untuk kampanye,” katanya.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Pengamat Kebijakan Publik dan Politik Universitas Sriwijaya, Andreas Leonardo.

Menurutnya, kurangnya gaung pilkada tahun ini, lantaran masing-masing pasangan calon dan tim kampanyenya dibatasi oleh aturan KPU. “Calon kepala daerah tidak boleh berkampanye secara pribadi, melainkan harus mengikuti apa yang ditegaskan oleh KPU,” ujarnya.

Dikatakannya, kondisi seperti ini sangat dilematis. Sama halnya dengan Alfitri, ia menilai akan menimbulkan keuntungan dan kelebihan.

“Kekhawatiran partisipasi politik menurun bisa saja terjadi. Makanya tetap kita lihat seperti apa pada saat hari pencoblosan,” katanya.

Kalau memang tingkat partisipasinya menurun, tentu akibat dari aturan-aturan yang berlaku. Sebaliknya, jika partisipasi pemilih tetap tinggi, artinya, pendidikan politik masyarakat Sumsel, khususnya sudah cukup baik.

“Aturan-aturan yang ditetapkan KPU ternyata efektif dan tidak berpengaruh di masyarakat,” katanya.

Sebagaimana diketahui, pilkada serentak di Sumsel digelar di tujuh kabupaten, yakni Kabupaen Ogan Ilir, Musirawas, Musirawas Utara, Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Ogan Komering Ulu (OKU), OKU Timur, OKU Selatan. (adm3)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.