Panglima TNI: Demokrasi Kita Tidak Sesuai Lagi dengan Pancasila

Senin, 5 Juni 2017
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo

Bantul, Sumselupdate.com – Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, saat memberikan ceramah kebangsaan di Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, Minggu (4/6/2017), menyebut kalau demokrasi yang dianut di Indonesia sesuai dengan prinsip ajaran Islam. Sementara cara berdemokrasinya diatur dalam Pancasila yakni pada sila keempat.

“Cara berdemokrasinya sesuai dengan Islam, dengan cara kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijakan dalam permusyawaratan perwakilan,” ujar Gatot, Minggu (4/6/2017) malam dikutip dari detikcom.

“Jadi musyawarah dan mufakat, bukan voting, ini Pak Hanafi Rais saya ingatkan,” tambahnya.

Menurut Gatot demokrasi yang dianut di Indonesia adalah demokrasi Pancasila, tapi yang terjadi di parlemen saat ini demokrasi yang diterapkan tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. “Kita bicara Pancasila, tetapi demokrasinya tidak sesuai dengan Pancasila,” katanya.

Advertisements

Atas kritiknya ini, Gatot mengaku tak masalah dimusuhi sejumlah pihak, lantaran dia meyakini apa yang diungkapkannya benar. “Saya siap juga ditembaki, enggak apa-apa, memang Pancasila seperti itu kok,” katanya.

“Demokrasi kita tidak sesuai lagi dengan Pancasila, tidak melalui musyawarah dan mufakat lagi,” lanjutnya.

Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Hanafi Rais, yang ditemui selepas pengajian kebangsaan berdalih jika demokrasi Pancasila yang diterapkan di parlemen, semangatnya masih musyawarah dan mufakat. “Semangatnya jelas musyawarah mufakat. Sebenarnya kami mengesampingkan voting,” katanya.

Wujud anggota dewan mengesampingkan voting, menurut Hanafi dapat dilihat dari semangat fraksi-fraksi di parlemen yang lebih mengedepankan konsensus ketimbang voting. “Walaupun fraksi berbeda-beda, kalau ada persoalan politik atau apa kami menginginkan konsensus, tidak langsung voting,” dalihnya.

Namun Hanafi memberi catatan, demokrasi Pancasila yang diterapkan sekarang jangan sampai kembali ke zaman orde baru. Lantaran masa itu setiap yang berbeda dengan pemerintah selalu dianggap makar.

“Dulu yang beda pandangan politik dengan pemerintah ditahan, ditangkapi, dianggap makar,” katanya. (adm3)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.