Nah Lho! Analis Sebut Elektabilitas Tinggi Bukan Jaminan Menang

Selasa, 16 Januari 2018
Fatkurohamn

Palembang, Sumselupdate.com – Dalam Pertarungan politik demokrasi langsung elektabilitas tinggi ternyata belum menjadi jaminan pasti menang dalam kontestasi. Banyak kasus dialami kandidat yang memiliki elektabilitas tinggi tapi berujung pada kekalahan.

Demikian disampaikan Analis Politik Suara Institute Fatkurohman, S. Sos, di Palembang, Selasa (16/1/2018).

Dia mencontohkan, dalam pemilihan Presiden Amerika Serikat Hillary Clinton selalu diunggulkan dalam berbagai survei  daripada Donald Trumpn. Faktanya, Hillary akhirnya mengalami kekalahan.

Hal yang sama juga terjadi Pilkada. Menurut Fatkurohman, elektabilitas tinggi hasil survei tidak bisa sepenuhnya menjadi pegangan untuk meraih kemenangan. Sebagai contoh dalam pilgub Jawa Barat 2013 lalu. Saat itu Calon Gubernur Dede Yusuf berada di puncak hasil survei. Tetapi kemudian dikalahkan Ahmad Heryawan yang memiliki tingkat elektabilitas rendah.

Advertisements

Di Pilkada Gubernur Banten juga terjadi hal serupa , Rano Karno yang memiliki elektabilitas tinggi dikalahkan oleh Wahidin.

“Terbaru di Pilkada DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) yang juga selalu diunggulkan dalam survei mengalami kekalahan dari Anis Baswedan yang diawal justru elektabilitasnya paling rendah dari kandidat lainnya,” ujarnya.

Dalam konteks Pilkada di Sumsel, Alumni FISIP Unsri ini juga memberikan analisis yang sama. Pada Pilkada Gubernur Sumsel secara langsung pertama kalinya tahun 2008, saat itu petahana Syahrial Oesman memiliki tingkat elektabilitas tinggi namun di akhir kontestasi Alex Noerdin yang unggul.

Lalu di Pilkada Ogan Ilir, saat itu Helmi Yahya selalu merajai elektabilitas survei namun di akhir dikalahkan juga oleh Noviandi Mawardi.

“Elektabilitas belum bisa jadi jaminan pasti akan menang di Pilkada,” tegas Fatkurohman.

Dari berbagai pengalaman Pilkada, imbuh dia, ada beberapa parameter yang menentukan kemenangan kandidat. Di antaranya magnet figur kandidat yang positif (ketokohan), soliditas tim pemenangan yang kuat, unggul dalam strategi isu dan program dalam mempengaruhi psikologi pemilih.

“Dan yang terpenting ditunjang dengan modal sosial dan kapital yang kuat untuk menggerakkan struktur pemenangan dan strategi isu,”terangnya.

Dia juga menambahkan tokoh yang punya kapabilitas dan elektabilitas tinggi namun resisten secara sosialogis dan psikologis di mata pemilih sering kali akhirnya alami kekalahan dalam kontestasi, terutama di area pemilih rasional yang sering menentukan.

Khusus untuk Pilkada Gubernur Sumatera Selatan Mantan Ketua BEM FISIP Unsri ini melihat secara ketokohan masih-masing kandidat memiliki magnet terhadap pemilih.

“Dan yang menentukkan nantinya yakni kesolidan struktur pemenangan kandidat dan kecerdasan dalam membingkai isu dan program (framing),”pungkasnya. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.