Begini Cara 13 WN Rusia Campuri Pilpres AS 2016

Sabtu, 17 Februari 2018
Ilustrasi pemilu di AS

Washington DC, Sumselupdate.com – Sebanyak 13 warga Rusia diduga menjalankan operasi rahasia untuk mencampuri pemilihan presiden Amerika Serikat (pilpres AS) dan memicu perselisihan publik. Bagaimana cara mereka mencampuri pilpres AS?

Seperti dikjtip dari detikcom yang melansir CNN, Sabtu (17/2/2018), dokumen dakwaan setebal 37 halaman itu merinci soal operasi gelap Rusia dalam mencampuri sistem politik AS, termasuk pilpres 2016 yang memenangkan Trump.

Operasi Rusia itu dimulai sejak tahun 2014, namun pada pertengahan tahun 2016, mulai fokus pada melambungkan nama Trump yang saat itu menjadi capres Partai Republik dan menjatuhkan rivalnya, Hillary Clinton, capres Partai Demokrat.

Dakwaan berpusat pada sebuah organisasi Rusia bernama Internet Research Agency (IRA) yang terlibat dalam operasi intervensi pemilu dan proses politik AS. Di dalam IRA, terdapat 13 individu yang menjalankan operasi rahasia menargetkan AS itu. Salah satu individu, pengusaha Rusia Yevgeniy Viktorovich Prigozhin, berperan sebagai penyandang dana operasi intervensi itu.

Advertisements

Disebutkan dalam dakwaan bahwa para terdakwa diduga berpura-pura menjadi warga negara AS, menciptakan persona-persona warga AS dan mengelola berbagai akun juga kelompok media sosial yang dirancang untuk menarik perhatian publik AS.

Dua terdakwa di antaranya bahkan mendatangi AS pada tahun 2014 untuk mengumpulkan informasi intelijen bagi operasi mereka.

“Terdakwa Organisasi (merujuk pada IRA) memiliki tujuan strategis untuk menebar perpecahan dalam sistem politik AS, termasuk pemilihan presiden AS 2016,” sebut dokumen dakwaan itu.

Dalam operasinya, para terdakwa memposting ‘informasi merendahkan soal sejumlah kandidat’ pilpres saat itu. Mereka juga membeli iklan politik dan berkomunikasi dengan sejumlah orang terkait tim kampanye Trump untuk menggerakkan aktivitas politik.

Tim kampanye Trump itu disebut ‘tidak mengetahui’ aksi intervensi Rusia saat itu dan tidak menyadari mereka berkomunikasi dengan warga Rusia yang menyamar sebagai warga AS.

Dakwaan juga menyinggung sebuah memo kepada staf IRA pada Februari 2016, yang isinya meminta mereka memposting konten politik pada berbagai media sosial AS.

“Gunakan setiap kesempatan untuk mengkritik Hillary dan yang lain (kecuali Sanders dan Trump — kita mendukung mereka),” demikian bunyi potongan memo itu. Sanders merujuk pada Senator Vermont Bernie Sanders yang menantang Hillary dalam nominasi capres Partai Demokrat. Hal ini menunjukkan bahwa Rusia memang sejak awal menentang pencapresan Hillary.

Dalam aksinya, tim Rusia menggunakan taktik media sosial. Salah satunya dengan membuat sebuah alamat email bernama [email protected] yang menyamar sebagai warga AS yang mengirimkan keterangan pers soal rally ‘March for Trump’ pada Juni 2016, kepada media massa di New York.

Tidak hanya itu, tim Rusia ini juga menggunakan sebuah akun Facebook milik tokoh fiktif bernama Matt Skiber, yang berpura menjadi warga AS yang menghubungi seorang warga AS sungguhan dan memintanya menjadi perekrut untuk aktivitas kampanye. Tim Rusia bahkan menawarkan uang untuk biaya cetak poster dan pembelian megafon.

Sementara itu, iklan-iklan politik yang dibeli tim Rusia ini tidak terbatas pada Trump. Mereka juga diduga membeli iklan pada Facebook untuk menjatuhkan Hillary. Salah satunya iklan mempromosikan kampanye ‘Support Hillary. Save American Muslims’ yang bertujuan mencitrakan Hillary sebagai pendukung syariat Islam. Demikian juga iklan untuk mempromosikan kampanye ‘Down with Hillary’ semasa kampanye pilpres 2016.

Tim Rusia memfokuskan operasi pada ‘negara bagian ungu’ di AS yang pemilihnya belum menentukan pilihan antara Republik atau Demokrat. Akun Facebook Skiber diketahui mengirim pesan privat ke satu akun Facebook sungguhan bernama ‘Florida for Trump’ untuk menyatakan dukungan. Dalam aksinya, tim Rusia juga mencuri identitas seorang warga AS untuk mengirim email ke kelompok akar rumput pendukung Trump di Florida.

Dakwaan itu juga menyebut dugaan upaya menutup-nutupi jejak oleh para terdakwa, setelah sejumlah perusahaan media sosial termasuk Facebook pada September 2017 mengungkapkan temuan mereka bahwa sejumlah warga Rusia membeli iklan politik di platform mereka. Laporan media massa saat itu juga menyebut perusahaan-perusahaan media itu bersedia bekerja sama dengan penyelidikan FBI.

“Kita mengalami sedikit krisis di sini: FBI mengungkap aktivitas kita (bukan lelucon). Jadi, saya sibuk menutupi jejak bersama dengan kolega-kolega lainnya,” tulis salah satu terdakwa dalam dokumen dakwaan itu. (adm3/dtc)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.