Apa Itu Gaya Hidup Frugalisme?

Sabtu, 6 Februari 2016

Jakarta, Sumselupdate.com – Sebuah riset yang dilakukan oleh lembaga riset Kadence Internasional Indonesia pada 2015 menemukan data bahwa 28 persen orang Indonesia memiliki kebiasaan gaya hidup konsumtif yang tidak sehat. Artinya, pengeluaran mereka lebih besar daripada penghasilannya.

“Bahkan kelompok masyarakat dengan pendapatan lebih rendah cenderung lebih konsumtif daripada kelompok masyarakat dengan pendapatan lebih tinggi,” ungkap Direktur Retail Banking PermataBank, Bianto Surodjo  beberapa hari yang lalu.

Dalam kondisi pertumbuhan ekonomi yang tidak kondusif seperti sekarang, dia mengatakan perlu kiat-kiat yang efektif agar kualitas gaya hidup tetap terjaga. “Bukan berarti kita harus menjadi super pelit atau super irit hingga pada akhirnya membuat kita tidak bisa lagi menikmati hidup.

Yang harus kita lakukan adalah lebih bijak dalam membuat keputusan bertransaksi, agar uang hasil usaha dan keringat kita tidak terbuang sia-sia,” ujarnya.

Advertisements

Menurut dia, hal ini juga sejalan dengan hasil riset yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) belum lama ini yang mengungkapkan bahwa lebih dari 75 persen masyarakat Indonesia memiliki tingkat literasi yang rendah terhadap produk finansial dan keuangan. Karena itu, pihak PermataBank ingin mengajak masyarakat bergaya hidup frugalisme.

Ini  adalah gaya hidup hemat dengan konsep berfikir untuk memenuhi kebutuhan dan menahan keinginan. Pola berpikir bahwa kebahagiaan bukan berasal dari banyaknya materi yang di konsumsi, maupun uang yang di belanjakan, melainkan kebahagiaan berasal dari dalam diri kita sendiri.

Dengan gerakan #SayangUangnya diharapkan mampu menginspirasi banyak orang di Indonesia untuk melupakan gengsi dan menjadi lebih bijak dalam mengeluarkan uang. “Untuk bisa hidup kece, tanpa Jadi kere. Gerakan ini mendukung masyarakat untuk belajar lebih hemat serta rajin menabung dengan menganut gaya hidup frugal,” tambahnya.

Perencana keuangan dan bisnis, Prita Ghozie mengatakan sebenarnya gerakan ini asalnya dari Amerika. Saat itu mereka terkena great depression atau krisis ekonomi di mana Amerika mengalami hal yang mirip dengan krisis moneter di Indonesia  1997 atau 1998. “Saat itu kan kita susah sekali. Dan muncul ide bagaimana bertahan hidup dengan kondisi seperti itu. Nah lahirlah gaya hidup frugalisme,” ujarnya.

Frugalisme menurut Prita, adalah memilih mana yang benar-benar penting dalam hidup kita. Sehingga uang hanya dikeluarkan untuk kebutuhan itu saja, tidak lebih. Dia mengatakan, pada saat mengeluarkan uang tersebut, betul-betul dipakai  tidak untuk menambah porsi gaya hidup. “Artinya makan ya makan, sate sama nasi cukup, nggak perlu yang lain,” ujarnya.

Lantas, orang seperti apa yang bisa menjalankan gaya hidup frugal? Prita menjelaskan,pad dasarnya semua orang bisa, terutama mereka yang di Jakarta yang penghasilannya Rp 5 juta ke bawah. Karena biaya hidup di Jakarta untuk keluarga dengan dua orang anak, berdasarkan riset dari BPS adalah Rp 7 juta.

Sebenarnya ia mengungkapkan hidup di Jakarta dengan gaji tersebut, kurang cocok. Sementara ada banyak sekali wilayah di Indonesia yang bisa kita bangun. Banyak yang bisa hidup enak hanya dengan gaji Rp 3 juta per bulan. “Saya pernah bulan November itu workshop di Batu, Malang, makan Rp 100 ribu, sudah ikan gurame pakai kangkung, pokoknya kenyang sekali, enak dan segar,” ujarnya. (adm3)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.